~ Hakekat Pernikahan Sebagai Sarana
Menemui Allah ~
.
Dalam Al Qur’an dan hadits, Allah telah
menjelaskan secara tersirat tentang metode untuk
menemui Allah dan melihat Allah (Ru’yatullah)
yaitu :
.
Al-Kahfi ayat 110 :
“……. barang siapa yang mengharapkan menemui
Tuhannya, maka kerjakanlah amal shaleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada-nya”.
.
Pada ayat tersebut di atas terdapat kalimat “amal
shaleh”.
Apakah yang dimaksud dengan “amal shaleh”
itu ?
Kata “amal” mempunyai arti perbuatan atau
metode atau cara.
Sedangkan istilah “shaleh” yang seakar dengan
kata “shalah” dan “shalat” mempunyai makna
hubungan atau penghantar.
Jadi
“Amal shaleh” mempunyai arti suatu perbuatan
atau metode yang dapat menghantarkan
seseorang kepada pengalaman bertemu Allah.
Amal yang shaleh pada hakekatnya adalah amal
atau perbuatan atau metode yang telah
dicontohkan oleh para Utusan Allah dalam
usahanya untuk mengadakan pertemuan dengan
Tuhannya.
Dan yang harus diingat adalah bahwa jumlah
para Rasul dan Nabi yang diutus oleh Allah
adalah sangat banyak, dan tidaklah mungkin
semuanya itu diutus hanya di satu daerah
tertentu saja.
Allah telah menurunkan para Utusan-Nya itu ke
berbagai penjuru dunia.
Dan tidak tertutup kemungkinan Allah juga pernah
menurunkan Utusan-Nya di negeri Cina atau
Shindustan, sehingga Nabi Muhammad Saw
memerintahkan umat Islam pada waktu itu untuk
belajar ilmu di negeri tersebut.
Dalam Al Qur’an dan hadits, Allah telah
menjelaskan secara tersirat tentang metode untuk
menemui Allah (Liqa’ Allah) dan melihat Allah
(Ru’yatullah) yaitu :
.
“Dan berapa banyak Kami telah mengutus Nabi-
Nabi pada umat terdahulu… “. (QS Az Zukhruf
43 : 6)
“Ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan
tentang mereka kepada kamu sebelumnya, dan
Rasul-Rasul yang tidak kami kisahkan tentang
mereka kepadamu…… “. (QS an Nisa 4 : 164) .
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu
suri tauladan yang baik bagimu, yaitu orang-
orang yang mengharap pertemuan dengan Allah
dan hari Akhirat dan banyak mengingat Allah”.
(QS Al Ahzab 33 : 21)
“Dan tiap-tiap umat ada Rasul Allah….”. (QS
Yunus 10 : 47).
.
Untuk mencapai pertemuan dengan Allah
diperlukan usaha dari setiap manusia dengan
bimbingan seorang Guru Mursyid yang telah
mencapai derajat Ma’rifatullah atau yang telah
mengalami pengalaman bertemu Allah dengan
berpedoman kepada kitab-kitab Suci yang telah
diturunkan kepada umat manusia.
Prosesi Menemui Allah yang telah dicontohkan
oleh para Rasul, Nabi dan Para Pewaris Nabi,
pada intinya mempunyai satu kesamaan yaitu
kita harus dapat melakukan prosesi mengulang
kembali ke awal mula penciptaan manusia.
.
“Dan sesungguhnya kamu datang menemui Kami
dengan sendirian seperti Kami ciptakan kamu
pada awal mula kejadian dan kamu akan
meninggalkan dibelakangmu semua apa yang
Kami karuniakan kepadamu….. “. (QS Al An ‘am
6 : 94).
“Mereka dihadapkan kepada Tuhanmu dengan
berbaris. Sesungguhnya kamu datang menemui
Kami seperti Kami telah menciptakan kamu pada
awal mula kejadian, bahkan kamu menyangka
bahwa Kami tiada menetapkan janji bagi kamu “.
(QS Al Kahfi 18 : 48).
“Perempuan-perempuan kamu (istri-istrimu)
adalah seperti ladang bagimu, maka datangilah
ladangmu sebagaimana kamu kehendaki dan
kerjakanlah kebajikan untuk dirimu, bertaqwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu akan
menemui-Nya, dan sampaikanlah berita gembira
untuk orang-orang yang beriman “. (QS Al
Baqarah 2 : 223).
“Dan mereka menanyakan kepadamu tentang
haid. Katakanlah, “itu adalah penyakit atau
kotoran”. Sebab itu hindarilah perempuan selama
masa haid dan janganlah dekati mereka sebelum
suci. Bila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu sebagaimana yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-
orang yang menyucikan diri“. (QS Al Baqarah 2 :
222).
.
….. Ketika kami sedang berada disisi Rasulullah,
tiba-tiba beliau bertanya :
“Adakah orang asing diantara kamu ?”.
Kemudian beliau bersabda :
“Angkat tangan kamu dan tutuplah pintumu”. (HR
Al Hakim)
“Tutuplah pintumu dan ingat Allah”. (HR Bukhari).
.
Dalam memahami proses kembali ke awal mula
penciptaan manusia, kita sering terjebak dalam
cerita atau kisah-kisah yang bersifat simbolis
sehingga terjadi penyimpangan dalam
menafsirkan dan menerapkannya.
Oleh sebab itu dalam memahami prosesi kembali
ke awal mula penciptaan manusia, kita harus
berpegang pada pedoman sebagai berikut :
.
Pertama :
Setiap Kitab Suci mempunyai ayat-ayat yang
bersifat Mukhamat dan Muthasyabihat.
“Dialah yang menurunkan Al Kitab kepada kamu.
Diantara isinya ada ayat-ayat yang mukhamat,
itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain
adalah ayat-ayat mutasyabihat……”. (QS Ali
Imran 3 : 7).
.
Kedua :
Setiap ayat yang mengisahkan tentang proses
kembali ke awal mula penciptaan manusia, selalu
mengandung pengertian yang berpasangan baik
lahir maupun batin serta mengandung banyak
perumpamaan atau amtsal.
.
- “Dan Kami ciptakan segala sesuatu
berpasangan-pasangan supaya kamu
mendapatkan pengajaran”. (Ad Dzariyat 51 : 49).
- “Maha Suci Allah yang telah menciptakan
segala sesuatu berpasangan-pasangan diantara
yang tumbuh di bumi danm pada diri mereka dan
dari apa yang mereka yang tidak diketahui” (QS
Yasin 36 :36).
- “Sesungguhnya Kami telah menjelaskan
berulangkali kepada manusia dalam Al Qur’an ini
bermacam perumpamaan tetapi kebanyakan
manusia engganmenerimanya kecuali ingkar”.
(QS Al Isra 17 : 89).
- “Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al
Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan
untuk manusia. Dan sesungguhnya jika kamu
membawa kepada mereka suatu bukti, pastilah
orang-orang yang kafir itu akan berkata : Kamu
tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat
kebohongan belaka”. (QS Ar Rum 30 : 58).
- “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami
buatkan untuk manusia dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang
berilmu”. (QS Al Ankabut 29 : 43)
.
Ketiga :
Setiap Kitab Suci, ditujukan untuk manusia yang
masih hidup, sehingga apa yang diperintahkan,
dalam Kitab Suci harus bisa dilaksanakan oleh
manusia ketika dia masih hidup di atas dunia.
Berdasarkan tiga pedoman tersebut, kita akan
coba untuk membahas ayat-ayat yang
menjelaskan metode untuk menemui dan melihat
Allah.
Dalam surat Al-kahfi 18 : 110 telah dijelaskan
bahwa apabila seorang manusia ingin berjumpa
dengan Allah selagi masih hidup di dunia, maka ia
harus melakukan “amal shaleh”.
Kata amal mempunyai arti : perbuatan, metode,
cara atau laku, sedangkan kata shalih mempunyai
arti hubungan, sambungan atau antaran.
Jadi pengertian amal shaleh adalah suatu
perbuatan atau metode yang dapat mengantarkan
atau menghubungkan kita kepada pengalaman
bertemu dan melihat Allah.
Berdasarkan surat Al An”am 6 : 94 Allah telah
memberitahukan bahwa proses bertemunya
seorang manusia dengan-Nya adalah seperti
ketika manusia diciptakan pada awal mula
kejadian.
Dengan dalil tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa intisari dari metode amal shalih adalah
suatu proses pengulangan kembali ke awal mula
kejadian penciptaan seorang manusia.
.
Bagaimanakah proses awal mula penciptaan
seorang manusia ?
.
Dan apa hubungannya dengan proses bertemunya
seorang manusia dengan Allah. Untuk
membahasnya, marilah kita lihat sejarah hidup
Nabi Muhammad Saw dalam mencari keberadaan
Sang Khaliknya.
Sejak lahir sampai berumur 25 tahun, beliau telah
diajarkan dan didoktrin oleh para pemuka agama
kaum Quraisy bahwa Tuhan yang harus disembah
adalah Tuhan-Tuhan yang berwujud patung-
patung yang mempunyai nama antara lain Lata
Uza, Manata dan lainnya.
Dalam diri Muhammad pada waktu itu tidak
mempercayai ajaran tersebut, sehingga beliau
meminta ijin kepada istrinya Siti Khodijah untuk
bertahanuts atau beruzlah mengasingkan diri ke
dalam gua Hira dilereng Gunung Cahaya (Jabal
Nur) dengan tujuan untuk mencari Tuhan yang
sebenarnya.
Selama berbulan-bulan beliau bertahanuts di Gua
Hira, tetapi belum juga menemukan cara untuk
bertemu sekaligus mengenal Sang Khalik.
Tetapi berkat usaha beliau yang tidak kenal
menyerah, akhirnya di usia ke 40 tahun, beliau
mendapatkan wahyu yang pertama kali dari Allah
yang isinya adalah perintah untuk membaca,
merenungkan dan mempelajari proses awal mula
penciptaan diri seorang manusia.
.
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah
menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
Alaqah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Pemurah. Yang mengajari manusia dengan
Qalam. Dia mengajari manusia apa yang belum
diketahuinya”. (QS Al Alaq 96 : 1-5) .
.
Berdasarkan dalil tersebut, marilah kita
renungkan,
Muhammad pada waktu itu bertahanuts di Gua
Hira dengan tujuan untuk mencari, menemui dan
mengenal keberadaan Sang Khalik yang
sebenarnya, walaupun beliau tidak mengetahui
cara atau metode untuk bertemu dengan Sang
Khalik.
Untuk maksud tersebut, akhirnya Allah
memerintahkan agar beliau mempelajari proses
awal mula penciptaan seorang manusia dari Al
Alaqah.
Tentunya Muhammad pada waktu itu bertanya
dalam qalbunya, apakah hubungan antara proses
awal mula penciptaan manusia dari Al Alaqah
dengan proses bertemunya seorang manusia
dengan Allah ?
Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh beliau dan
pengajaran yang diajarkan oleh Allah, akhirnya
beliau menemukan jawabannya, sehingga
akhirnya beliau dapat bertemu dan melihat Allah
untuk pertama kalinya di Gua Hira.
Kemudian selanjutnya beliau selalu mendapatkan
pengajaran dari Allah berupa wahyu-wahyu
sampai beliau berusia 63 tahun.
Demikianlah sekilas sejarah hidup Nabi
Muhammad Saw dalam mencari Tuhannya.
Dari sejarah Nabi Muhammad Saw tersebut, kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk
bertemu dengan Allah kita harus mempelajari
proses awal mula penciptaan diri yang bermula
dari Al Alaqah.
Kata Alaqah mempunyai dua arti yaitu pertama,
cinta kasih yang melekat. Arti yang kedua adalah
segumpal darah.
Dari dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa proses penciptaan manusia bermula dari
rasa cinta Allah kepada makhluk-Nya.
Hal ini sesuai dengan Hadits Qudsi :
.
“Aku dahulu adalah permata yang tersembunyi.
Aku rindu untuk dikenal, maka Aku ciptakan
makhluk agar ia mengenal-Ku”. (HR. Bukhari).
.
Rasa cinta Allah kepada makhluk-Nya itu
kemudian diberikan kepada ayah ibu kita sehingga
timbullah rasa cinta diantara keduanya, yang
kemudian dilekatkan dalam sebuah ikatan
perkawinan.
Kemudian mereka melakukan persenggamaan
sehingga terjadilah penyatuan dua rasa cinta
yang dilebur menjadi satu.
Dalam persenggamaan tersebut terjadilah
pelepasan spermatozoa dari ayah, yang
selanjutnya mereka bergerak menuju
pasangannya yaitu ovum atau sel telur yang
berada di dalam rahim.
Setelah mereka bertemu maka sperma akan
bergerak mengelilingi sel telur sebanyak tujuh kali
mirip gerakan Thawafnya para jamaah haji.
Setelah itu barulah sperma berusaha untuk
menembus lapisan pelindung sel telur dan jika
berhasil maka terjadilah penyatuan antara sel
telur dengan sperma (nutfah) yang akan
mengakibatkan pembuahan yang selanjutnya
membentuk segumpal darah atau Al Alaqah yang
merupakan cikal bakal janin bayi manusia.
Selanjutnya Alaqah tersebut berproses menjadi
mudghah, izhamah dan lahmah kemudian baru
menjadi bayi yang sempurna secara jasmaniyah,
kemudian Allah meniupkan Ruh-Nya kedalam
janin bayi tersebut.
Ketika berada di dalam rahim, sang bayi
mengalami keadaan dimana semua aktifitas
inderawinya tidak berfungsi secara sempurna.
Atau dengan kata lain, lubang-lubang inderawinya
masih tertutup karena sang bayi berada dalam air
ketuban (omnium water) selama kurang lebih 9
bulan, sampai akhirnya sang bayi lahir ke alam
dunia ini.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa proses awal mula penciptaan seorang
manusia melalui dua tahapan yaitu tahap
pertama berasal dari cinta kasih seorang pria dan
wanita yang saling dilekatkan dengan ikatan
perkawinan dan persenggamaan.
Tahap kedua, yang merupakan lanjutan dari tahap
pertama yaitu segumpal darah yang melekat di
dinding rahim yang terus berproses menjadi janin
bayi yang terendam didalam air ketuban selama 9
bulan.
Dalam surat Al An’am 6 : 94 telah diisyaratkan
bahwa proses bertemunya seorang manusia
dengan Allah adalah seperti proses awal mula
penciptaan diri manusia itu sendiri, yaitu
persenggamaan kedua orang tuanya dan
segumpal darah yang kemudian menjadi bayi
yang berada dalam kandungan ibunya.
.
Mungkin timbul dua pertanyaan dalam diri kita,
- Pertama, apa hubungannya antara
persenggamaan dengan proses bertemunya
seorang manusia dengan Allah?
- Pertanyaan kedua, apa hubungannya antara
proses penciptaan janin bayi dalam kandungan
dengan proses bertemunya seorang manusia
dengan Allah?
.
** Inilah masalah yang selama ini dirahasiakan
oleh Nabi Muhammad Saw **
.
“Janganlah engkau berikan ilmu ini kepada yang
tidak membutuhkan, karena itu adalah perbuatan
zhalim. Tetapi jangan engkau tidak berikan ilmu
ini kepada yang membutuhkan, karena itu juga
perbuatan zhalim”. (Al Hadits) .
Seorang sahabat yang bernama Abu Hurairah
juga pernah berkata :
.
“Aku hafal dua karung (kitab) hadits dari
Rasulullah Saw. Yang satu karung (kitab) sudah
aku siarkan kepada kalian semua. Sedang yang
satu lagi kalau aku siarkan, niscaya dipotong
orang leherku”. ( HR Bukhari).
.
Berdasarkan dalil tersebut, dapat disimpulkan
bahwa ada kitab hadits yang disembunyikan oleh
Abu Hurairah, yang kemudian diajarkan hanya
kepada orang yang terpilih yang terus diwariskan
sampai ke generasi sekarang. Sebagian besar isi
dari kitab hadits tersebut berkaitan dengan
masalah metode untuk melihat Allah dan bertemu
dengan-Nya, melalui proses pengulangan awal
mula kejadian penciptaan manusia.
Dengan niat yang baik, penulis mencoba
menyingkap masalah tersebut dengan dasar Al
Qur’an dan Hadits :
.
“Dan janganlah engkau sembunyikan kebenaran
itu, padahal engkau mengetahuinya”. (QS Al
Baqarah 2 : 42).
“Sampaikanlah kebenaran itu walaupun pahit”.
(HR Bukhari).
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan atau merahasiakan keterangan-
keterangan dan petunjuk-petunjuk yang telah
Kami turunkan setelah Kami menjelaskannya
kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu
dilaknat Alllah dan dilaknat pula oleh mereka
yang melaknat kecuali orang-orang yang telah
bertaubat, berbuat kebaikan dan menerangkan
apa-apa yang mereka sembunyikan, maka
mereka itulah yang Aku terima taubatnya dan
Akulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang” (QS Al Baqarah 2 : 159-160).
“Sampaikanlah dariku, walaupun satu ayat”. (Al
Hadits)
.
Di dalam Al Qur’an, Allah telah mengisyaratkan
hubungan antara persenggamaan dengan proses
bertemunya seorang manusia dengan Allah,
yaitu :
.
“Perempuan-perempuan kamu (istri-istri kamu)
adalah seperti tempat bercocok tanam bagimu,
maka datangilah tempat bercocok tanam milik
kamu itu sebagaimana kamu kehendaki. Dan
buatlah kebaikan untuk dirimu dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan
sampaikanlah berita ini gembira untuk orang-
orang yang beriman”. (QS Al Baqarah 2 : 223).
.
Sebagian besar mufasirin menafsirkan ayat
tersebut termasuk ayat yang bermakna mukhamat
artinya jelas dan terang sesuai dengan teksnya.
Tetapi apabila kita teliti lebih lanjut, terdapat satu
keanehan yang tersirat dalam ayat tersebut, yaitu
pada awalnya ayat itu berbicara tentang masalah
persenggamaan (berjima’) antara seorang suami
dengan istri istrinya, tetapi tiba-tiba diakhir ayat
tersebut terdapat kalimat :
.
“dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan
menemui-Nya dan sampaikanlah berita gembira
ini kepada orang-orang beriman”
.
Tentunya kita bertanya, Apa hubungannya antara
persenggamaan dengan kabar gembira bahwa kita
akan menemui Allah?
Mengapa Allah menggabungkan antara
permasalahan tatacara bersenggama (berjima’)
dengan masalah proses menemui-Nya dalam satu
ayat ?
Adakah makna yang tersirat dari ayat tersebut ?
Inilah permasalahan yang akan kita coba bahas
dengan hati-hati, karena hal ini merupakan
masalah yang sangat sensitif yang bisa
menimbulkan kesalafahaman dan fitnah, seperti
yang terjadi pada penulisan kitab “Darmogandul”
dan Kitab “Gatoloco” yang menjadi polemik pada
waktu itu sampai sekarang ini.
Proses bertemunya seorang manusia dengan
Allah adalah melalui suatu proses yang mirip
dengan proses awal mula penciptaan manusia
(surat Al An’am 6 ayat 94).
Kata “mirip” inilah yang harus diperhatikan dan
dipahami dengan benar. Kata “mirip” ini
merupakan terjemahan dari kata “kamaa”.
Kita sering tidak menyadari arti kata “kamaa” ini.
Dalam bahasa Arab, kata “kamaa” mempunyai
banyak arti yaitu seperti, sebagaimana, bagaikan
atau mirip.
Dari arti ini dapat disimpulkan, bahwa proses
bertemunya seorang manusia dengan Allah
adalah seperti proses penciptaan awal mula
kejadian manusia yaitu yang diawali dengan
persenggamaan antara ayah ibu kita adalah
bukan dalam arti yang sebenarnya, tetapi proses
tersebut hanya bersifat mirip dengan proses awal
mula penciptaan manusia (persenggamaan).
Bagaimanakah kemiripannya ?
Untuk memahami permasalahan tersebut, kita
harus menyadari bahwa Allah telah menciptakan
segala sesuatu dengan berpasangan (QS 51 : 49)
Demikian juga diri kita, juga diciptakan dengan
berpasangan,
“Maha Suci Allah yang telah menciptakan segala
sesuatu berpasang-pasangan, baik dari apa yang
ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka
maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”.
(QS Yasin 36 : 36)
Pada bagian akhir ayat tersebut dijelaskan bahwa
kita tidak mengetahui secara keseluruhan apa
saja yang diciptakan Allah secara berpasangan.
Tegasnya, masih banyak yang diciptakan secara
berpasangan yang belum diketahui oleh kita,
salah satunya adalah tentang diri kita sendiri
yang ternyata juga berpasangan.
Diri kita yang bersifat jasmani mempunyai
pasangannya yaitu diri yang bersifat ruhani. Diri
jasmani kita juga mempunyai pasangan secara
jenis kelamin, yaitu pria dan wanita.
Dalam pandangan ahli hakikat, pada diri setiap
manusia, terdapat syimbol kelakian dan
kewanitaan, baik secara genital maupun secara
sifat. Secara genital kelakian diberi tanda khusus
dengan organ yang berbentuk “huruf alif” atau
“lingga” atau “alu”. Sedangkan genital kewanitaan
diberi tanda khusus dengan organ vital yang
berbentuk “huruf ba” atau “Yoni” atau “lumpang”.
Dalam bahasa Arab, organ vital kelakian di sebut
Ad-Dzakar, sedangkan organ vital kewanitaan
disebut Al-Untsa.
Sifat kelakian disebut dengan istilah Ar-Rizal,
sedangkan sifat kewanitaan disebut dengan istilah
An-Nisa.
Setiap diri manusia juga mempunyai dua syimbol
kelakian dan kewanitaan sekaligus (aprodite),
yaitu tujuh lubang inderawi yang ada di kepala
dan tiga lubang yang ada di badan sebagai
syimbol kewanitaan, dan sepuluh jari tangan
sebagai syimbol kelakian. Inilah makna syimbolis
dari hakikat istri, yang di isyaratkan dalam Al
Qur’an :
.
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia
menciptakan untuk kamu istri dari anfusmu
sendiri……..”. (QS Ar Rum 30 : 21)
“Dia menciptakan kamu dari diri yang satu,
kemudia Dia menjadikan daripadanya
istrinya……”. (QS Az Zumar 39 : 6)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kamu
kepada Tuhanmua yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya….”. (QS An Nisa 4 : 1)
Tujuh lubang inderawi yang ada dikepala
manusia merupakan tempat berkumpulnya empat
rasa inderawi yaitu pendengaran, penglihatan,
penciuman dan pengucapan, oleh ahli hakikat
dianggap sebagai syimbol “empat istri” yang
harus dinikahi secara keseluruhan atau poligami,
agar ke empat hawa nafsu yang ada pada
lubang-lubang telinga, mata, hidung dan mulut
dapat dipimpin dan dikendalikan oleh sang
suami.
“Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil
terhadap perempuan yatim, hendaklah kamu
menikahi siapa saja di antara perempuan-
perempuan yang kamu sukai dua, tiga, atau
empat tetapi jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil,maka nikahilah seorang saja atau
kamu mengambil budak-budakperempuan yang
kamu miliki………”. (QS An Nisa 4 : 3)
.
Seorang lelaki yang dapat mempunyai empat istri
dan dapat mengendalikan dan memimpin ke
empat istrinya adalah type seorang muslim yang
terbaik, hal ini sesuai dengan hadits nabi
Muhammad Saw :
Dari Sa’id bin Jubair, ia berkata : Ibnu Abbas
berkata kepadaku :
“Apakah engkau telah menikah?”
Aku menjawab : “Belum”.
Ia berkata : “Menikahlah,
Karena sesungguhnya sebaik-baiknya orang Islam
adalah yang lebih banyak istrinya. (HR Bukhari
dan Ahmad).
.
Secara syimbolis dalil tersebut menjelaskan
tentang hakikat dari keberadaan hawa nafsu yang
berada disetiap lubang telinga, mata, hidung dan
mulut.
Ke-empat inderawi (telinga-mata-hidung-mulut)
merupakan syimbol dari perempuan yatim,
Artinya perempuan yang hidup sendirian
(yatim=sendiri, satu-satunya atau tidak
berbapak).
Aktifitas mendengar, melihat, mencium dan
mengucap, mengalami pertumbuhan dan
perkembangan dengan sendirinya (yatim), karena
mereka sudah diprogram oleh Allah untuk
menjalankan fungsinya sesuai dengan perintah-
Nya.
Telinga hanya berfungsi untuk mendengar,
Mata hanya berfungsi untuk melihat,
Hidung hanya berfungsi untuk mencium,
Mulut hanya berfungsi untuk mengucap dan
mengecap saja.
Singkatnya fungsi inderawi mereka tidak akan
tertukar diantara mereka.
.
Hal ini yang diisyaratkan dalam firman-Nya :
“Dan sungguh Kami telah mencptakan di atas
(kepala) kamu tujuh (lubang) jalan (aktifitas
inderawi).Dan tidaklah Kami lalai memelihara
(fungsi inderawi) yang Kami ciptakan itu”. (QS Al
Mu’minun 23 : 17)
Setiap inderawi mempunyai kebutuhan yang
sangat fithrah yang harus dipenuhi. Apabila
kebutuhan itu terpenuhi dengan baik maka ia
akan bahagia atau sebaliknya ia akan tidak
bahagia apabila kebutuhannya tidak terpenuhi.
.
Kebutuhan mata adalah melihat.
Kebutuhan telinga adalah mendengar.
Kebutuhan hidung adalah mencium
Kebutuhan mulut adalah mengucap dan
mengecap.
.
Semua kebutuhan itu harus dipenuhi dengan adil,
tetapi kadang kita tidak bisa berbuat adil,
misalnya kita hanya mendahulukan kepentingan
salah satu inderawi saja dibandingkan kebutuhan
inderawi lainnya atau kita hanya mempercayai
salah satu inderawi saja dibandingkan
mempercayai inderawi lainnya.
Inilah yang diisyaratkan secara syimbolis dalam
firman-Nya :
“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil
diantara istri-istrimu walaupun kamu sangat
ingin berbuat demikian, maka janganlah kamu
terlalu cenderung kepada istri yang kamu cintai
sehingga engkau biarkan isrtri yang lain seperti
tergantung (terlupakan)……….”. (QS An Nisa 4 :
129)
Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, kadang
para istri atau wanita menjadi sumber fitnah dan
dosa, karena mereka banyak menuntut
kebutuhannya secara berlebihan, sehingga Nabi
Muhammad Saw pernah bersabda :
.
“Aku tidak meninggalkan umatku fitnah yang
kebih berbahaya buat lelaki lebih dari fitnah
yang dibawa kaum wanita”. (Al Hadits) .
“Bumi ini subur dan indah. Dan Tuhan telah
menyerahkan amanah kepada kalian di muka
bumi ini. Jika muncul godaan di dunia, berhati-
hatilah kalian. Dan berhati-hatilah terhadap
wanita, karena fitnah pertama yang menimpa
bangsa Isarail adalah fitnah wanita”. (HR
Muslim).
.
Secara syimbolis, hadits tersebut menjelaskan
bahwa keinginan dari hawa nafsu yang ada di
lubang inderawi kita, bisa juga menjadi perangkap
syeitan (syeitan adalah sifat menjauh atau
merenggang dari kebenaran) yang seringkali
menimbulkan permasalahan karena kita akan
terus mengikuti kemauannya dan selalu
memenuhi kebutuhannya, sehingga kita akan
menjauh dari nilai-nilai kebenaran.
Misalnya, kita selalu menuruti apa saja yang yang
diinginkan oleh mulut, sehingga kita makan
secara berlebihan tanpa mempedulikan apakah
makanan itu halal atau haram, thayib atau tidak.
Untuk mengatasi masalah tersebut Allah telah
memberikan jalan keluarnya yaitu agar setiap
lelaki atau suami selalu mengendalikan dan
memimpin wanita atau istri-istrinya atau hawa
nafsunya yang terdapat pada telinga, mata hidung
dan mulut.
.
“Lelaki adalah pemimpin atas para wanita
karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita)…..”. (QS An Nisa 4 : 34)
.
Siapakah sang suami atau lelaki secara
hakekat ?
.
Secara hakikat syimbol “suami atau lelaki” adalah
jari-jari tangan kita. Hanya jari-jari tangan kitalah
yang dapat mengendalikan hawa nafsu atau
keinginan yang berlebihan yang timbul dari ke
empat istri kita yaitu telinga, mata, hidung dan
mulut, dengan cara mengihramkan (melarang)
mereka untuk beraktifitas seperti yang
diisyaratkan dalam gerakan takbiratul ihram
dalam setiap awal ibadah shalat.
Ketika keinginan untuk mendengar, melihat,
mencium dan mungucap atau mengecap sudah
sangat berlebihan, maka satu-satunya cara untuk
menghentikannya adalah dengan menutup
lubang-lubang inderawi tersebut dengan jari-jari
tangan kita, dengan gerakan takbiratul ihram
(takbir larangan).
Dengan tertutupnya lubang-lubang inderawi kita
maka secara berangsur-angsur keinginan hawa
nafsu dari para istri mulai menghilang.
Gerakan takbiratul ihram secara syimbolis juga
mengisyaratkan hubungan antara “pernikahan
atau perkawinan” syimbol kelakian yaitu jari-jari
tangan, dengan syimbol kewanitaan yaitu lubang-
lubang inderawi, dengan proses pertemuan
dengan Allah, seperti yang diisyaratkan dalam
firman-Nya :
.
“Istri-istrimu adalah seperti ladang (tempat
bercocok tanam) bagimu, maka datangilah
ladangmu (tempat bercocok tanammu)
sebagaimana kamu sukai dan buatlah kebaikan
untuk dirimu dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya kamu akan menemui-Nya dan
sampaikanlah kabar gembira ini untuk orang-
orang yang beriman”. (QS Al Baqarah 2 : 223)
.
Ayat tersebut apabila ditafsirkan secara
syimbolis, akan mempunyai arti sebagai berikut :
.
Pertama :
Kata “istri-istri” dalam ayat tersebut mempunyai
makna syimbolis tujuh lubang inderawi yang
berada di kepala manusia. Sedangkan kata ganti
kamu, pada ayat tersebut mempunyai makna
syimbolis sepuluh jari tangan manusia.
.
Kedua :
Pada ayat tersebut terdapat kalimat
“Perempuan-perempuan (istri-istri) kamu adalah
ladang bagi kamu. Maka datangilah ladangmu
sebagaimana kamu kehendaki”.
Kalimat tersebut mempunyai arti syimbolis bahwa
ketujuh lubang inderawi kita adalah ladang bagi
sepuluh jari tangan. (Ladang adalah tempat
untuk bercocok tanam, apabila tempat itu cocok
untuk ditanam dengan satu jenis tanaman
tertentu maka ditanamlah tanaman tersebut).
Hal ini berarti tujuh lubang inderawi yang ada di
kepala adalah tempat yang cocok bagi jari-jari
tangan untuk ditanamkan di lubang-lubang
tersebut sesuai dengan keinginan kita. Bagaimana
mencocokkannya, silahkan tanya kepada ahlinya.
.
Ketiga :
Pada ayat tersebut juga terdapat kalimat
“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu akan
menemui-Nya”.
Kalimat ini mempunyai arti simbolis, bahwa
ketika jari-jari tangan sudah ditanamkan ke
dalam lubang-lubang inderawi maka dalam posisi
demikian sesungguhnya kita sedang melakukan
prosesi untuk bertemu dengan Allah.
Jadi prosesi menemui Allah dapat terjadi ketika
simbol kelakian (jari-jari tangan) dipertemukan
dengan symbol kewanitaan yaitu lubang-lubang
inderawi. Inilah yang dimaksud dengan hakikat
pernikahan “Bil yad” (pernikahan dengan
mempergunakan tangan) atau “sirri” atau
“rahasia”, yaitu pernikahan yang bersifat rahasia
antara jari-jari tangan dengan lubang inderawi
yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
.
Keempat :
Pada akhir ayat tersebut terdapat kalimat
“Dan sampaikanlah berita gembira ini kepada
orang-orang yang beriman”.
Kalimat ini mempunyai arti simbolis bahwa
prosesi menemui Allah yang diisyaratkan dalam
surat tersebut harus disebarluaskan kepada
orang-orang yang beriman sebagai kabar
gembira, agar mereka dapat mengetahui dan
melaksanakan tatacara menemui Allah tersebut
selagi mereka masih hidup di atas dunia.
..